Penyakit yang Terlupakan Selama Pandemi COVID-19

Pengaruh pandemi global begitu menyeluruh, semua orang menaruh perhatian. Masyarakat diminta untuk mematuhi aturan yang ada, dan bersedia untuk tetap di rumah. Selama pandemi ini masih terus berjalan. Karantina diri menjadi alternatif cara terbaik untuk mengurangi penyebaran COVID-19.

Termasuk perempuan berusia 43 tahun, Lavina D’Souza yang terpaksa hidup jauh dari rumahnya di Kota Mumbai. D’Souza mengidap penyakit HIV/AIDS, setiap hari ia harus mengkonsumsi obat anti-HIV. Sejak diberlakukannya karantina nasional di India, pasokan obat justru terputus. Tentu sistem imunitas akan lumpuh jika virus HIV kembali bertingkah.

“Cepat atau lambat, saya pasti akan jatuh sakit. Entah karena virus korona atau penyakit lain,” ungkapnya kepada Associated Press.

Jika karantina bagi orang lain adalah untuk bertahan, dengan kondisi yang dialami D’Souza, karantina ini justru menyangkut hidup atau mati, penyakit lamanya seperti terlupakan.

D’Souza meyakinkan bahwa ia bukanlah satu-satunya orang yang mengidap penyakit yang sama. Ia hanya satu dari sekian juta penderita HIV di India. Padahal sebelumnya wabah yang meneror dunia, seperti SARS-CoV2, tuberkolosis (TB), kolera, polio, dan campak muncul sejak lama yang notabenenya juga menular. Meski petugas medis telah menemukan vaksin sebagai penangkal, namun wabah tidak kunjung menghilang. Di bawah ini penyakit-penyakit yang terlupakan selama pandemi COVID-19.

  • HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus)

HIV menyebabkan AIDS, virus yang dapat mengganggu kemampuan tubuh melawan infeksi. Virus ini dapat menular melalui kontak seksual, kontak dengan darah yang terinfeksi, air mani, atau cairan vagina.

Cara penyebarannya melalui darah (penggunaan jarum suntik yang tidak steril atau darah yang tidak disaring). Dapat juga ditularkan dari ibu ke bayi dalam proses mengandung, persalinan, atau menyusui.

Tidak ada obat untuk AIDS, namun kepatuhan ketat untuk mengonsumsi obat anti_HIV atau rejimen anti-retroviral (ARV) dapat memperlambat bertambah parahnya penyakit. Jika tidak imun akan menurun sehingga mudah terinfeksi penyakit.

  • TBC (Tuberculosis)

Penyakit bakteri menular yang berpotensi serius, karena dapat mempengaruhi paru-paru. Bakteri penyebab TB menyebar ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Gejalanya biasanya berupa batuk (kadang-kadang ada bercak darah), penurunan berat badan, berkeringat di malam hari, dan demam.

Pengobatan pada pasien dengan gejala aktif membutuhkan proses yang panjang dan memerlukan beberapa antibiotik. TB merupakan penyakit yang rumit. Akibat pandemi covid-19, Hoojon Shon, pengajar di Johns Hopkins Blommberg School of Public Health, memaparkan bahwa terdapat kasus pasien TB di tolak di rumah sakit. Berdasarkan laporan Al ribat National Hospital di Ibu Kota Sudan, Khartum. Dokter harus mengorbankan kuota unit gawat darurat (UGD), berbagai jadwal operasi, dan menolak pasien non-kritis.

Di belahan dunia, wabah itu masih merajalela. World Health Organization (WHO) dan Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI) yang getol mengampanyekan imuniasasi untuk menekan persebaran penyakit menular tersebut, terpaksa dihentikan akibat covid-19, karena jika diteruskan kemungkinan para petugas medis justru malah menjadi agen penyebaran virus korona jenis baru.

GAVI maupun Strategis Advisory Group of Experts (SAGE) on Immunization sudah menyarankan penundaan vaksinasi massal. Keputusan itu membuat 13,5 juta orang sudah melewatkan vaksinasi polio, campak, dan penyakit menular lainnya.

Scroll to Top